IDUL
FITRI MEMERDEKAKAN MANUSIA
Oleh : Dr.
Muhammad Noupal, MA
Dosen
IAIN Palembang
Pada bulan ini, kita dihadapkan pada
dua kejadian penting; pertama, hari Kemerdekaan bangsa Indonesia yang
jatuh pada tanggal 17 Agustus, dan kedua, hari raya Idul Fitri yang
jatuh pada 1 Syawal. Kalau yang pertama biasanya kita hubungkan dengan semangat
nasionalisme, maka yang kedua kita hubungkan dengan semangat spiritualisme.
Ada baiknya jika kita melihat kedua
moment yang sangat penting ini dalam satu kesatuan yang integral. Maksudnya,
hari Kemerdekaan RI dan hari raya Idul Fitri itu memiliki nilai yang sama;
yaitu sama-sama menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hari Kemerdekaan
RI menjadikan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan dan penindasan.
Sedangkan hari raya Idul Fitri juga menjadikan umat Islam keluar dari tipu daya
setan dan hawa nafsu yang menyesatkan. Dengan kata lain, keduanya sama-sama
memerdekakan dan melepaskan belenggu yang mengikat erat jiwa raga kita.
Arti Memerdekakan
Merdeka, dalam bahasa sehari-hari
sering kita artikan dengan ‘bebas’ atau ‘lepas’. Teriakan “merdeka” kita
maksudkan dengan teriakan yang menyatakan bahwa kita sudah bebas dan terlepas
dari penjajah. Dalam bahasa Arab, kata “merdeka” disebut dengan istilah istiqlal.
Masjid Istiqlal, yang menjadi kebanggaan bangsa kita, dibangun sebagai
implementasi dan bentuk dari hak kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dalam sejarah bangsa kita, proklamasi
kemerdekaan yang dibaca pada tahun 1945, adalah bentuk pernyataan dan sikap
semua bangsa. Ia bukan pernyataan satu atau dua orang; juga bukan pernyataan
suatu daerah tertentu, tapi pernyataan semua bangsa. Karena itulah arti
kemerdekaan yang kita maksudkan sendiri adalah kemerdekaan bersama; kemerdekaan
atas nama bangsa Indonesia.
Merdeka, juga berarti berdaulat. Tidak
ada satu bangsa pun yang boleh mengusik, mencampuri dan mengatur kehidupan
bangsa kita. Sebagai bangsa yang merdeka, kita memiliki hak dan derajat yang
sama dengan bangsa lain. Kita tidak boleh direndahkan dan disepelekan. Setiap
usaha untuk mengatur dan mencampuri kehidupan bangsa kita, harus disingkirkan.
Tapi sebagai bangsa yang merdeka, kita
juga harus memandang bangsa lain tidak berbeda dengan kita. Kita tidak boleh
memandang rendah bangsa Malaysia, Australia atau Amerika. Kita juga tidak boleh
mengintimidasi dan mengatur kehidupan bangsa lain. Usaha seperti ini hanya akan
menciptakan ketidakharmonisan antar bangsa. Ujungnya, akan tercipta permusuhan
dan pertengkaran yang hanya merusak tatanan hidup semua manusia.
Sebagai agama yang menjamin dan
menghargai hak kemerdekaan semua manusia, Islam memiliki prinsip luhur yang
mengedepankan konsep rahmatan lil’alamin. Konsep ini dapat berarti bahwa
Islam tidak pernah menganjurkan penjajahan, penindasan dan kezaliman. Islam
malah mewajibkan dan menganggap sebagai ibadah semua bentuk penghargaan akan
hak-hak azazi manusia.
Ajaran Islam yang rahmat, mengatur
bahwa semua derajat manusia adalah sama. Nabi memberi isyarat bahwa tidak ada
keistimewaan yang dimiliki bangsa Arab atas bangsa lain. Tidak ada keistimewaan
orang putih atas orang hitam. Semua manusia adalah sama. yang berbeda hanyalah
ibadahnya. Inna akromakum ‘indallahi atqokum; sesungguhnya yang paling
mulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa kepada Allah”.
Di sini kita bisa melihat bahwa konsep rahmatan
lil alamin yang selalu diproklamasikan al-Quran merupakan suatu konsep yang
luhur. Sebagai bagian dari masyarakat, orang Islam harus bisa memberikan
manfaat kepada orang Islam lain. Bahkan, orang Islam harus bisa memberikan
manfaat kepada semua manusia. Adanya asas manfaat ini pernah disinggung oleh
Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk kebaikan; “Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia lain”.
Dengan kata lain, manusia yang baik adalah manusia yang mampu memberikan
nilai positif kepada manusia lain. Nilai positif inilah yang terangkum dalam nilai-nilai
kemanusiaan (humanisme) yang dijunjung tinggi dalam konsep kemerdekaan.
Jadi, Islam sebagai agama, menjamin hak
kemerdekaan semua manusia. Islam tidak memaksa umat agama lain untuk masuk dan
memeluk agama Islam. Islam juga tidak memaksakan konsep dan ajarannya untuk
dilakukan oleh semua manusia. Islam menjunjung tinggi konsep solidaritas al-ukhuwwah
al-insaniyah yaitu konsep yang memandang bahwa semua manusia adalah
bersaudara.
Fitrah dan Kemerdekaan
Hari raya idul fitri adalah simbol
kemerdekaan umat Islam. Setelah satu bulan berpuasa dan menahan hawa nafsu,
umat Islam merayakan kemerdekaannya dengan cara bertakbir dan memuji Allah.
Pada hari raya ini juga, umat Islam tidak henti-hentinya membesarkan dan
mengagungkan Allah; Tuhan yang memberikan kemerdekaan.
Pengagungan kepada Tuhan mutlak
dilakukan terutama sebagai wujud syukur manusia kepada Tuhan. Bahwa Tuhanlah
yang memberikan kemerdekaan harus kita fahami bahwa karena rahmat-Nya lah kita
memperoleh kemerdekaan. Pada konsep ini, manusia seharusnya tidak boleh lupa
dengan perintah Tuhan, sehingga akhirnya melakukan perbuatan yang justru
berbeda dengan arti kemerdekaan.
Sebagai hari raya umat Islam, Idul Fitri
justru mengembalikan manusia kepada fitrahnya; yaitu manusia yang bersih dan
suci. Kesucian yang dimaksud tentu saja adalah kesucian dari sifat dan perilaku
yang kotor. Jiwa yang fitrah adalah jiwa yang menghargai kebaikan. Dalam
kaitannya dengan kemerdekaan, jiwa yang fitrah adalah jiwa yang tidak memandang
rendah manusia lain. Jiwa inilah yang membentuk sikap dan perilaku manusia yang
baik (akhlak mahmudah).
Pada kasus ini kita menemukan
hubungannya dengan tiga konsep utama perilaku baik. Diawali dari konsep takhalli;
yaitu membuang semua sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Dalam ibadah
puasa, proses ini kita lakukan dengan cara menahan hawa nafsu dan amarah; seperti
tidak bohong atau tidak melakukan ghibah. Proses selanjutnya adalah tahalli;
yaitu mengisi dan membentuk jiwa dengan sifat dan perbuatan baik. Dalam ibadah
puasa, proses ini juga kita lakukan dengan cara membiasakan sifat
jujur atau husnu zhon. Dan terakhir adalah proses tajalli; yaitu
memandang keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada waktu hari raya, proses ini juga
lah yang kita lakukan dengan takbir dan tahmid.
Dengan demikian, merayakan hari
kemerdekaan dan hari raya seharusnya diiringi dengan perbuatan baik dan sikap
pengagungan kepada Tuhan. Sebab, dari Tuhan-lah nikmat dan rahmat kemerdekaan
itu bisa kita rasakan sampai hari ini. Mudah-mudahan dengan sikap ini kita bisa
merasakan kemerdekaan kita sebagai manusia yang rahmatan lil ‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar