Minggu, 02 September 2012

selamat hari raya


IDUL FITRI MEMERDEKAKAN MANUSIA

                        Oleh : Dr. Muhammad Noupal, MA                 
Dosen IAIN Palembang

Pada bulan ini, kita dihadapkan pada dua kejadian penting; pertama, hari Kemerdekaan bangsa Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus, dan kedua, hari raya Idul Fitri yang jatuh pada 1 Syawal. Kalau yang pertama biasanya kita hubungkan dengan semangat nasionalisme, maka yang kedua kita hubungkan dengan semangat spiritualisme.

Ada baiknya jika kita melihat kedua moment yang sangat penting ini dalam satu kesatuan yang integral. Maksudnya, hari Kemerdekaan RI dan hari raya Idul Fitri itu memiliki nilai yang sama; yaitu sama-sama menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hari Kemerdekaan RI menjadikan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan dan penindasan. Sedangkan hari raya Idul Fitri juga menjadikan umat Islam keluar dari tipu daya setan dan hawa nafsu yang menyesatkan. Dengan kata lain, keduanya sama-sama memerdekakan dan melepaskan belenggu yang mengikat erat jiwa raga kita.

Arti Memerdekakan
Merdeka, dalam bahasa sehari-hari sering kita artikan dengan ‘bebas’ atau ‘lepas’. Teriakan “merdeka” kita maksudkan dengan teriakan yang menyatakan bahwa kita sudah bebas dan terlepas dari penjajah. Dalam bahasa Arab, kata “merdeka” disebut dengan istilah istiqlal. Masjid Istiqlal, yang menjadi kebanggaan bangsa kita, dibangun sebagai implementasi dan bentuk dari hak kemerdekaan bangsa Indonesia.

Dalam sejarah bangsa kita, proklamasi kemerdekaan yang dibaca pada tahun 1945, adalah bentuk pernyataan dan sikap semua bangsa. Ia bukan pernyataan satu atau dua orang; juga bukan pernyataan suatu daerah tertentu, tapi pernyataan semua bangsa. Karena itulah arti kemerdekaan yang kita maksudkan sendiri adalah kemerdekaan bersama; kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia.

Merdeka, juga berarti berdaulat. Tidak ada satu bangsa pun yang boleh mengusik, mencampuri dan mengatur kehidupan bangsa kita. Sebagai bangsa yang merdeka, kita memiliki hak dan derajat yang sama dengan bangsa lain. Kita tidak boleh direndahkan dan disepelekan. Setiap usaha untuk mengatur dan mencampuri kehidupan bangsa kita, harus disingkirkan.

Tapi sebagai bangsa yang merdeka, kita juga harus memandang bangsa lain tidak berbeda dengan kita. Kita tidak boleh memandang rendah bangsa Malaysia, Australia atau Amerika. Kita juga tidak boleh mengintimidasi dan mengatur kehidupan bangsa lain. Usaha seperti ini hanya akan menciptakan ketidakharmonisan antar bangsa. Ujungnya, akan tercipta permusuhan dan pertengkaran yang hanya merusak tatanan hidup semua manusia.

Sebagai agama yang menjamin dan menghargai hak kemerdekaan semua manusia, Islam memiliki prinsip luhur yang mengedepankan konsep rahmatan lil’alamin. Konsep ini dapat berarti bahwa Islam tidak pernah menganjurkan penjajahan, penindasan dan kezaliman. Islam malah mewajibkan dan menganggap sebagai ibadah semua bentuk penghargaan akan hak-hak azazi manusia.

Ajaran Islam yang rahmat, mengatur bahwa semua derajat manusia adalah sama. Nabi memberi isyarat bahwa tidak ada keistimewaan yang dimiliki bangsa Arab atas bangsa lain. Tidak ada keistimewaan orang putih atas orang hitam. Semua manusia adalah sama. yang berbeda hanyalah ibadahnya. Inna akromakum ‘indallahi atqokum; sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa kepada Allah”.

Di sini kita bisa melihat bahwa konsep rahmatan lil alamin yang selalu diproklamasikan al-Quran merupakan suatu konsep yang luhur. Sebagai bagian dari masyarakat, orang Islam harus bisa memberikan manfaat kepada orang Islam lain. Bahkan, orang Islam harus bisa memberikan manfaat kepada semua manusia. Adanya asas manfaat ini pernah disinggung oleh Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk kebaikan; “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”.  Dengan kata lain, manusia yang baik adalah manusia yang mampu memberikan nilai positif kepada manusia lain. Nilai positif inilah yang terangkum dalam nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) yang dijunjung tinggi dalam konsep kemerdekaan.

Jadi, Islam sebagai agama, menjamin hak kemerdekaan semua manusia. Islam tidak memaksa umat agama lain untuk masuk dan memeluk agama Islam. Islam juga tidak memaksakan konsep dan ajarannya untuk dilakukan oleh semua manusia. Islam menjunjung tinggi konsep solidaritas al-ukhuwwah al-insaniyah yaitu konsep yang memandang bahwa semua manusia adalah bersaudara.

Fitrah dan Kemerdekaan
Hari raya idul fitri adalah simbol kemerdekaan umat Islam. Setelah satu bulan berpuasa dan menahan hawa nafsu, umat Islam merayakan kemerdekaannya dengan cara bertakbir dan memuji Allah. Pada hari raya ini juga, umat Islam tidak henti-hentinya membesarkan dan mengagungkan Allah; Tuhan yang memberikan kemerdekaan.

Pengagungan kepada Tuhan mutlak dilakukan terutama sebagai wujud syukur manusia kepada Tuhan. Bahwa Tuhanlah yang memberikan kemerdekaan harus kita fahami bahwa karena rahmat-Nya lah kita memperoleh kemerdekaan. Pada konsep ini, manusia seharusnya tidak boleh lupa dengan perintah Tuhan, sehingga akhirnya melakukan perbuatan yang justru berbeda dengan arti kemerdekaan.

Sebagai hari raya umat Islam, Idul Fitri justru mengembalikan manusia kepada fitrahnya; yaitu manusia yang bersih dan suci. Kesucian yang dimaksud tentu saja adalah kesucian dari sifat dan perilaku yang kotor. Jiwa yang fitrah adalah jiwa yang menghargai kebaikan. Dalam kaitannya dengan kemerdekaan, jiwa yang fitrah adalah jiwa yang tidak memandang rendah manusia lain. Jiwa inilah yang membentuk sikap dan perilaku manusia yang baik (akhlak mahmudah).

Pada kasus ini kita menemukan hubungannya dengan tiga konsep utama perilaku baik. Diawali dari konsep takhalli; yaitu membuang semua sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Dalam ibadah puasa, proses ini kita lakukan dengan cara menahan hawa nafsu dan amarah; seperti tidak bohong atau tidak melakukan ghibah. Proses selanjutnya adalah tahalli; yaitu mengisi dan membentuk jiwa dengan sifat dan perbuatan baik. Dalam ibadah puasa, proses ini juga kita lakukan dengan cara membiasakan sifat jujur atau husnu zhon. Dan terakhir adalah proses tajalli; yaitu memandang keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada waktu hari raya, proses ini juga lah yang kita lakukan dengan takbir dan tahmid.

Dengan demikian, merayakan hari kemerdekaan dan hari raya seharusnya diiringi dengan perbuatan baik dan sikap pengagungan kepada Tuhan. Sebab, dari Tuhan-lah nikmat dan rahmat kemerdekaan itu bisa kita rasakan sampai hari ini. Mudah-mudahan dengan sikap ini kita bisa merasakan kemerdekaan kita sebagai manusia yang rahmatan lil ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar